Senin, 05 Mei 2008

Program Loyalitas ≠ Kampanye Pemasaran*

Sebelumnya, perlu dipahami apa yang dimaksud dengan loyalitas. Loyalitas merupakan keterikatan emosional terhadap -- atau hubungan kepercayaan dengan -- suatu produk, merek atau layanan. Contoh sederhana adalah penggunaan suatu produk selama bertahun-tahun ataupun ekstensinya. Misalnya, bila selama ini menggunakan produk lipstik merek A, pada saat merek A meluncurkan produk cat kuku baru, Anda membelinya berdasarkan kredibilitas merek.

Berhasilnya program loyalitas membutuhkan para pelaksana memahami pelanggannya, serta tingkat investasi yang diperlukan untuk ?menangkap? loyalitas pelanggan. Perlu diketahui, hampir 70% program loyalitas yang ada, tak mampu mengantarkan harapan atas keuntungan yang diperoleh pelanggan.

Berdasarkan penelitian Accenture beberapa waktu lalu, loyalitas seperti itu lebih murah dipelihara ketimbang mencari pelanggan baru. Ada empat kunci pokok munculnya loyalitas, yang intinya merupakan variasi antara kebiasaan, pelayanan, jaminan dan komunikasi. Yang jelas, para pengguna melihat 27% berdasarkan nilai harga dan layanan, 16% pada nilai uang yang dikeluarkan, 10% pada kualitas produk, 27% pada layanan cepat dan efisien, 6% karena melayani dengan manis dan bersahabat, 10% karena kebiasaan, dan 5% karena skema bonus dan nama yang terkenal.

Di samping itu, direct mail dianggap sebagai alat yang cukup kuat, karena dari 58% koresponden menyatakan akan menggunakan perusahaan yang sama bila ada penawaran melalui surat, 43% bahkan telah membeli produk sebagai hasil direct mail di mana 75% adalah dari sektor ritel.

Namun perlu diperhatikan bahwa loyalitas tidak dapat dipacu hanya dengan program pemasaran. Alasan pertama, program loyalitas memerlukan teknologi dan infrastruktur karena keduanya memberi dampak terhadap pengantaran operasional dan jasa, sekaligus memengaruhi perubahan dinamika harga. Alasan kedua, perusahaan kadang terlalu cepat membuat keputusan bahwa loyalitas pelanggan menjadi taktik pemasaran, padahal pendekatan pemasaran yang mengandalkan promosi menghadapi beberapa isu: (1) Jangan mencoba melakukan perubahan yang berkesinambungan untuk perilaku pelanggan. (2) Mudah ditiru pesaing. (3) Sulit melepaskan diri dari program dan mahal bila menciptakan program defensif.

Loyalitas juga tidak dapat dihasilkan melalui program reward saja. Bila program pemasaran loyalitas hanya merupakan pengumpulan poin, berarti konsumen akhirnya ?membeli? loyalitas, bukan memperolehnya. Akhirnya, loyalitas muncul terhadap program, bukan pada produk atau perusahaan. Program reward saja dapat dengan mudah direplikasi kompetitor, mudah menjadi komoditas umum dan merupakan perangkat defensif yang tidak mudah melepaskan diri.

Pada dasarnya, kami melihat bahwa program loyalitas merupakan produk strategis, bukan sekadar kampanye pemasaran. Strategi meningkatkan loyalitas pelanggan, intinya memerlukan: (1) Infrastruktur untuk menangkap dan mendesiminasi informasi pelanggan. (2) Insight untuk memahami dan memprediksi nilai bagi pelanggan, harapan dan perilaku. (3) Manajemen interaksi untuk mengaplikasi insight dan meningkatkan nilai bagi tiap hubungan dengan pelanggan. (4) Komitmen organisasi untuk mengelola diri terhadap nilai lebih atas pelanggan.

Berdasarkan pengalaman mengelola program loyalitas, kapabilitas yang harus dikembangkan oleh pemilik inisiatif adalah dalam hal: (1) Menentukan positioning program loyalitas, yaitu objektif, segmentasi, target kelompok dan kompetitor. Langkah pertama menentukan bagaimana kelompok pelanggan disegmentasi. Dari titik ini pemahaman atas kebutuhan dan keinginan segmen dapat ditentukan, lalu dikembangkan menjadi program loyalitas yang sesuai bidikan agar membantu menarik dan memelihara pelanggan, sekaligus mengontrol sesuai bujet dan biaya. (2) Mendesain produk loyalitas, antara lain menentukan mekanisme pengumpulan dan penukaran poin atau kupon, tingkatan status anggota dan kemitraan. Seharusnya ada fleksibilitas dalam menentukan opsi penukaran (baik produk maupun kanal) agar memberi kenyamanan maksimal bagi beragam segmen pelanggan.

(3) Kemampuan melakukan studi kelayakan pasar, yaitu pre-test terhadap pasar, menerapkan kasus bisnis dan kapabilitas organisasi. (4) Perencanaan penerobosan ke pasar dengan strategi komunikasi yang menarik melalui beragam kanal, antara lain Web, langsung, massa, mobile dan aktivitas peningkatan brand awareness. (5) Perencanaan roll-out ke pasar, yaitu implementasi, monitoring kinerja dan strategi menghentikan program.

Dengan mempertimbangkan berbagai isu di atas dan mengembangkan kapabilitas dalam mendesain serta mengelola program loyalitas, maka diharapkan bukan 70% program gagal, akan tetapi paling tidak 70% berhasil.

*www.swa.co.id

Tidak ada komentar: