A brand is no different than us, human beings. It has a body, a name, an appearance, thoughts, and a soul. But most importantly, it has a DNA, a genetic code which makes it different, even when it is twin.” (C Plus, Identity+Design Company)
Di Jl. Cipete Raya, Jakarta Selatan, yang panjangnya lebih-kurang hanya satu kilometer, terdapat empat rumah makan masakan Sunda: Dapur Sunda, Sambara, Saung Kuring, dan Ikan Bakar Cianjur. Namun simaklah, halaman parkir Dapur Sunda selalu dijejali mobil pengunjung hingga melimpah ke jalanan, sementara yang lainnya tidak – bahkan ada yang lengang. Pertanyaannya, mengapa bisa demikian? Bukankah menu yang disediakan praktis sama saja, menu tradisional khas Parahyangan. Sajian semua resto itu sama enaknya. Harganya pun bersaing.
Faktor pembedanya adalah brand atau merek. Brand Dapur Sunda sudah lebih melekat di benak konsumen, karena hadir jauh lebih dulu di kawasan tersebut, dan cabangnya tersebar di beberapa lokasi strategis di Jakarta. Tak kalah penting, brand Dapur Sunda langsung mengaitkan produknya dengan makanan Sunda. Ketika konsumen tak punya banyak waktu untuk merenung-renung, asosiasi merek ini menjadi sangat penting dalam mengambil keputusan. Dan, ketika jajaran produk, layanan dan suasana yang nyaris sama ditawarkan, maka faktor pembedanya tinggallah merek. Merek yang mudah diingat, serta berasosiasi dengan produk dan kualitasnya. Di situlah pentingnya merek. Era komoditas telah lewat. Kini orang membeli merek, bukan produk.
Itu sebabnya kami tak pernah bosan menyelenggarakan survei ini setiap tahun. Tahun ini merupakan yang keenam kalinya Majalah SWA dan MARS Marketing & Research menyelenggarakan sigi merek-merek terbaik. Lewat sigi ini kita bisa mengetahui kekuatan, posisi, perubahan, dan persaingan setiap merek dengan merek lainnya pada setiap elemen merek yang diukur. Dengan sigi berkelanjutan seperti ini kita bisa mengikuti perkembangan dan pergeseran-pergeseran yang terjadi dari tahun ke tahun, kemudian menarik pelajaran dari sana. Sigi ini bisa menjadi cermin tempat kita berkaca seperti apa dan bagaimana kekuatan merek kita di pasar.
Harus diakui, membangun merek bukanlah upaya mudah. Merek bukan saja harus mudah diingat sehingga menancap di benak konsumen, mudah diucapkan sehingga tak terjadi kerancuan, tetapi sekaligus berasosiasi dengan produk dan kualitas produknya. Dengan pendekatan ekuitas merek (brand equity), maka merek terbaik (best brand) kami artikan sebagai merek yang dikenal secara luas, memiliki persepsi jaminan atas kualitas dan asosiasi positif, sehingga memiliki kekuatan untuk menarik konsumen sekaligus dipercaya mampu memenuhi harapannya, dan menyebabkan konsumen bergantung padanya.
Untuk membangun merek yang seperti ini tentu perlu upaya promosi yang biayanya tak jarang mencapai miliaran rupiah, sehingga masih ada juga pengusaha yang setengah hati mengembangkan mereknya.
Namun satu hal yang harus disadari benar: upaya membangun merek adalah upaya meraih keberhasilan. Merek yang kuat akan membuat produk Anda menonjol walaupun berada di belantara ribuan produk sejenis yang saling berebut perhatian. Merek yang baik akan mampu membangun persepsi istimewa, yang membuat harga produk dengan bahan baku dan kualitas yang sama terdongkrak puluhan bahkan ratusan kali lipat. Singkatnya, upaya membangun merek adalah investasi, bukan sekadar biaya – apalagi pemborosan.
Satu lagi: upaya membangun merek tak selamanya bermakna biaya besar. Jika Anda kreatif, dengan dana yang terbatas pun Anda bisa membuat merek Anda berjaya. Seperti contoh kasus yang dipaparkan pada salah satu bagian dari rangkaian Sajian Utama ini.
Dari tahun ke tahun kami terus memperbaiki metodologi yang digunakan demi meningkatkan kualitas sigi ini. Agar bisa lebih mewakili khalayak, kali ini jumlah kota yang disigi ditingkatkan dari enam kota menjadi tujuh kota besar: Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Medan, Makassar dan Denpasar.
Untuk memperkaya kajian tentang merek ini, kami juga melakukan sigi tambahan: Indonesia Long-Life Brand; Indonesia Original Brand; dan Indonesia Promising New Brand.
Indonesia Long-Life Brand adalah merek-merek yang telah berusia di atas 25 tahun dan masih tetap eksis di pasar. Merek ini bisa merek Indonesia asli ataupun merek dari perusahaan multinasional, tapi harus merupakan merek yang secara khusus diciptakan di dan untuk pasar Indonesia. Berdasarkan pilihan responden, enam besar Indonesia Long-Life Brand adalah: Dji Sam Soe, Indomie, Aqua, Teh Botol Sosro, ABC, dan Gudang Garam.
Adapun Indonesia Original Brand adalah merek-merek asli Indonesia yang telah berusia di atas dua tahun, memiliki reputasi internasional, serta kinerja pasarnya cemerlang – ditandai dengan pangsa pasarnya dominan, citranya bagus, dan mereknya berpotensi diekstensi ke produk-produk lain. Enam besar Indonesia Original Brand pilihan responden adalah: Indomie, Extra Joss, Teh Botol Sosro, Aqua, Kacang Garuda, dan Sampoerna A Mild.
Sementara Indonesia Promising New Brand adalah merek-merek yang selama dua tahun terakhir menonjol pengembangan mereknya, kinerja pasarnya baik dan tren penjualannya terus meningkat. Merek ini bisa saja dari perusahaan multinasional, tapi harus merupakan merek yang secara khusus diciptakan di dan untuk pasar Indonesia. Enam besar Indonesia Promising New Brand ini adalah: Mie Sedaap, J.Co, Gery, Mizone, Extra Joss, dan Esia.
*www.swa.co.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar